Rabu, 23 Desember 2009

doa..ayam jago..jas kesayangan..

Mobil yang kami kendarai berhenti, ayah memarkirnya di sebelah kiri jalan yang membagi dua sisi tempat yang amat kontras. Di sebelah kanan terdapat tebing tinggi yang sebagian telah terkikis oleh karena tanahnya di ambil untuk membuat rumah. Di atasnya terlihat sebuah siluet pohon cemara berlatar langit hitam yang malam ini di banjiri ribuan bintang dan sebuah bulan yang tersenyum pada dunia. Di sebelah sisi yang berbeda terdapat sebuah bangunan yang tak asing di mataku. Sebuah rumah yang bergandeng dengan sebuah lapo tuak(1) di sebelah kanannya. Sudah 3 tahun lebih aku tak melihat rumah ini dan tak sedikitpun berubah, kecuali para penghuninya.

Seorang lelaki remaja dengan semangat masuk ke dalam lapo tuak untuk memberi kabar kedatangan kami kepada penghuni rumah yang lainnya, dan beberapa saat kemudian pintu rumah terbuka keluar remaja yang tadi begitu bersemangat berlari mengabarkan kedatangan tadi. Namanya tak asing bagiku, tapi perawakannya saat ini telah jauh berbeda dari yang kuingat 3 tahun lalu. Dia telah tumbuh remaja, dari sinar matanya terlihat keceriaannya dan wajahnya menunujukkan bahwa sang empunya adalah sosok yang cerdas. Tapi aku tahu, dia tidak memiliki banyak kesempatan di desa yang kecil ini untuk membuktikan betapa cerdasnya dia. Menyusul di belakangnya seorang pria tua dengan baju 3 lapis. Sebuah kaos oblong, kemeja safari dan yang terakhir sebuah jaket panjang berwarna merah dan putih bergambar Teddy Bear, aku tak yakin siapa pemberi jaket lucu ini. Lalu pria tua yang masih tersimpan dalam memori otakku itu langsung memelukku, seolah menemukkan seorang saudara, musuh bebuyutan yang begitu disayang, rekan kerja yang selalu membimbingnya, penasehat kehidupannya, sahabat yang telah berpuluh tahun lalu meninggalkannya.

Pria tua itu adalah tulang(2) ayahku. Maka akupun seharusnya memanggilnya ompu(3)(dibaca: opung). Dialah satu-satunya keluarga kami yang masih hidup dari generasi ompuku. Dia tinggal di desa butar ini dengan istri, anak, menantu dan kedua istrinya. Sosok yang terlihat masih gagah dengan kumis dan jenggot yang mulai berubah putih semuanya. Sedangkan rambutnya, tak ada lagi celah untuk rambut hitam menyusup di antara uban-ubannya. Ia terlihat begitu senang dengan kehadiranku. Padahal aku bukanlah keturunannya langsung. Sebenarnya yang ia lihat bukan diriku, tapi ompuku, bapak dari ayahku, yang merupakan saudara iparnya.

Ia mengelus wajahku, dengan bahasa batak dia mulai berceloteh. Hal ini sudah ku antisipasi sebelumnya. Aku mulai membiasakan diri mendengar bahasa batak di medan agar bisa nyambung nantinya kalau sampai hal ini terjadi. Jasa penerjemah yang selama ini menjadi rujukanku sedang dalam perjalanan pulang ke kampunya, sehingga aku tak bisa berharap banyak. Sesekali aku melirik ayahku, seolah memberi kode untuk mohon diterjemahkan.

Ompu ini menarikku mendekat padanya dan mengajak kami berdoa. Dengan semangat dia berdoa, masih dalam bahasa batak. Sesekali aku tahu maksud dari doa tersebut, dipertengahan aku mendengar namaku disebut.

“Asa andar(4) ibana di negaraon..asa andar ibana di kuliahanonna..blablabla..”

Aku tak jelas mendapat kalimat demi kalimat doa itu, tapi aku yakin ada sejuta harapan yang disampaikannya pada Tuhan untukku malam ini.

Ia kembali menatapku. Dari matanya kutemukan rasa rindu yang mendalam. Ada binar harapan besar yang terpancar seolah menusuk tajam kedalam hatiku saat melihatnya. Sebuah ketulusan, kebanggaan dan kebesaran hatinya ketika melihatku. Lalu ia kembali berbahasa batak. Kembali ku lirik ayah melalui ekor mataku.

”opung bilang hidung dan rahangmu mirip opungmu-”tanpa sempat menyelesaikan kalimatnya ompu tadi langsung menyahut dalam rangkaian kalimat berbahasa batak lainnya.

Dalam hati aku bertanya, sebenarnya aku mirip siapa?? Kenapa begitu banyak yang dimirip-miripkan padaku. Ada yang bilang mirip ayahku, mirip mamaku, mirip ompuku, mirip van diesel, mirip tom cruise, dll. Dan saat kutanya mama, maka candanya,”asal jangan mirip tetangga aja..hahahahah”


Beberapa waktu kemudian seekor ayam jago yang begitu gagahnya dibawa ke ruang tamu tempat kami berkumpul. Lalu ia memaksaku kembali mendekat. Dan dalam bahasa batak maka hanya beberapa kalimat yang dapa kumengerti, intinya ia memberi ayam itu padaku, untuk aku makan dan menjadi berkat bagiku dari Tuhan. Aku terharu melihat perlakuannya padaku. Dia begitu sayang padaku, padahal kami baru 2 kali bertemu, tapi ia telah berjuta kali berdoa untukku. Aku sadar aku satu-satunya keturunan pembawa marga dari keluarga ompuku, dan itu alasan betapa dia berharap besar aku dapat meneruskan nama baik ipar, musuh dan sahabatnya, yaitu ompuku.

Kedua orang lelaki di depanku asik bercerita dalam bahasa batak. Sedangkan aku sibuk sendiri memainkan jempol dengan lincahnya membalas SMS demi SMS dari seseorang yang telah mengubah hidupku. Tiba-tiba aku sadar ompu itu memperhatikan aku, dia kembali berbahasa batak. Kulirik ayah.

”kata opung udah bisa kau kawin yaa, dah besar kau..”dan semua orang di dalam ruangan itu tertawa, sedangkan kau terpaku mendengar candaan yang belum pernah kudapat sebelumnya.

Aku melipat kedua tanganku di dada, seraya mendengar sayup-sayup nyanyian dari gereja yang berada tak jauh dari rumah ini.

”Gloo..o..o..o....o..o..o....o..o..o..ria in ex-cel-sis de..o”nada dan nyanyian itu berulang terus. Ku pejamkan mataku kurasakan kedamaian natal mulai mengalir dalam nadiku. Hal yang susah kudapat tahun ini. Tiba-tiba si ompu kembali memperhatikan aku dan berbicara dalam bahasa batak, kali ini aku tak perlu melirik ayah.

”kedinginan kau lae(5)(dia memanggilku, sebagaimana dia memanggil opungku)??”tanyanya,”ku ambilkanlah jasku untukmu yaa..”

”ahh...gak usah pung, dah biasa kok dingin begini..”alasan ku tak cukup kuat menahan langkanya mengambil jas dari dalam kamarnya. Terlihat sebuah jas yang sangat rapi dan bersih. Aku yakin dia tak sembarangan memakai jas ini. Pasti ini jas kesayangannya, dan ia rela meminjamkannya untukku malam ini, aku tak yakin jas ini jas ini pernah berpindah tangan sebelumnya. Aku sangat bagga menggunakannya.
Lengkaplah aku sekarang seperti penyanyi-penyanyi cafe, dengan jins lapukku, kaos oblong hijau marun dan sebuah jas yang terasa sangat pas pada badanku, seolah ada energi panas yang mengalir dalam tubuhku, memberi semangat dan harapan akan cita-cita serat mimpi-mimpiku. Aku kembali tak menduga semua perhatian ini.

Terima kasih ompu..terima kasih atas segala perhatian dan doamu..






1Warung tuak
2Paman
3Kakek/nenek
4Jelas dapat/sah/yang seharusnya..
5Panggilan untuk sesama lelaki dalam suku batak/ panggilan untuk ipar lelaki.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar