Kamis, 01 Desember 2011

Berbagi cinta dan derita

Di sebuah bangku di lorong rumah sakit, aku terduduk menangisi diriku sendiri. Segala prahara bercampur aduk dalam pikirku yang ingin meledak. Segala tanda tanya menghantui hatiku. Mengapa semua ini harus terjadi padaku? Bagaimana aku bisa mendapatkan semua ini? Apa yang harus kukatakan kepada kedua orangtuaku? Apakah ini akhir dari hidupku? Mengapa Tuhan tidak adil padaku?
Tak ada suara Tuhan yang menjawab pertanyaanku. Hanya ada derap langkah para penghuni rumah sakit dan melodi dari gesekan roda-roda tua tempat tidur yang berjalan. Tuhan membisu hari itu!
Sudah 2 tahun sejak hari itu terjadi. 1 Desember 2009, aku didiagnosa mengidap HIV (Human Immunodeficiency Virus). Sebuah penyakit dimana virus HIV menghancurkan sistem kekebalan tubuh sehingga penderitanya rentan terkena infeksi. Sampai akhirnya penyakit ini dapat berkembang menjadi AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Sejak hari itu hidupku berubah. Aku gagal mendapatkan beasiswa untuk kuliah di salah satu universitas negri terbaik. Kawan-kawanku pun mulai menjauhiku. Bahkan selama satu tahun aku harus hidup di jalanan karena ayah mengusirku dari rumah. Hidupku hancur.
Semua itu berawal dari kisah cinta buta yang kurasakan. Sejak SMA kelas 1 aku telah berpacaran dengan abang seniorku kelas 3. Dia sosok yang gagah, pintar dan sangat mempesona. Hubungan kami berjalan dengan sangat baik. Dari sikapnya dia terlihat sangat serius denganku. Aku tahu, diluar sana pasti banyak gadis-gadis yang iri padaku.
Cerita cinta ini terus berlanjut meski sang kekasih hatiku harus melanjutkan kuliahnya di luar daerah. Sedih memang ditinggalkan olehnya, tapi aku bangga karena dia dapat beasiswa di sebuah universitas negri terbaik. “Aku akan selalu mendukungmu, aku akan selalu merindukanmu, aku akan selalu mencintaimu.” Itulah pesan terakhirku sebelum dirinya pergi.
Hari terus berlari, bulan berganti dan tahun bertambah. Cinta ini masih tetap miliknya dan rindu ini menumpuk untuknya.
Hingga suatu hari di bulan September 2009 ia tiba-tiba muncul di hadapanku. Tanpa banyak bertanya ku berlari mendapatkannya. Ku peluk erat tubuh yang telah lama menjadi semu di mataku. Tanpa banyak tanya, kuhabiskan semua rindu yang bertumpuk dengan dirinya. Ku puaskan hasrat cinta yang selama ini terpendam. Dan tanpa kami sadari, atau mungkin ini memang keinginan kami bersama, kami lewatkan malam berdua. Hanya berdua. Dengan intim. September ceria.
Namun September ceria itu sontak berubah menjadi kelam. Cinta yang kubanggakan ternyata telah buta. Sejak kejadian itu dirinya tak pernah bisa lagi kuhubungi. Dirinya seperti menghilang dari orbitku. Tak ada kabar tentang apa, bagaimana, sedang apa dan dimana dirinya. Aku kehilangan cintaku dan kehilangan kehormatanku yang kuberikan kepada cinta yang telah menghilang. Aku hancur.
Tapi yang membuatku lebih hancur, setelah mengetahui dirinya tidak pergi dari hidupku begitu saja, ia membagi kepadaku sebuah virus bernama Human Immunodeficiency Virus. Mungkin itu alasan dirinya datang, untuk berbagi cinta dan derita.
Semua itu hanya cerita lama dalam sekuel kehidupanku yang ingin kubagi untuk teman-teman semua.
Aku pernah menangis, merasa sepi dan hancur, tapi itu semua masa lalu yang membentuk diriku saat ini. Aku pernah protes pada Tuhan yang diam, tapi tenyata Tuhan tidak perlu berteriak untuk menjawab, karena Tuhan punya cara sendiri untuk menjawab doa setiap manusia.
Dan cinta..cinta telah hilang dan terluka, mungkin hanya waktu yang mampu menyembuhkannya, dan butuh seorang malaikat yang mau mengisi cintaku yang kesepian. Aku tak lagi menyalahkan cinta, sebab cinta tak bersalah. Cinta tidak menularkan virus HIV. Demikian juga nasehat, peraturan adat istiadat dan kondom tidak akan dapat mencegah penularan HIV, tapi hanya kesetiaan yang mampu. Setia untuk mencintai dengan tulus. Setia hanya pada satu pasangan cintamu. dan bercintalah karena kau mencintainya bukan untuk berbagi cinta dan derita!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar