Sabtu, 17 Desember 2011

Patofisiologi Ikterus

Ikterus adalah suatu akumulasi abnormal pigmen bilirubin dalam darah yang menyebabkan urin berwarna gelap, warna tinja menjadi pucat dan perubahan warna kulit menjadi kekuningan. Ikterus paling mudah dilihat pada sklera mata karena elastin pada sklera mengikat bilirubin. Ikterus dapat terlihat bila kadar bilirubin plasma mencapai 2,5mg% atau lebih.
Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang disebabkan asupan berlebihan buah-buahan berwarna kuning yang mengandungpigmen lipokrom, misalnya wortel, pepaya dan jeruk. Pada karotenemia warna kuning terutama tampa pada telapak tangan dan kaki disamping kulit lainnya. Sklera pada karotenemia tidak kuning.
Sumber Bilirubin
Sebanyak 80-85% bilirubin berasal dari hemolisis eritrosit tua. Hemoglobin yang berasal dari hemolisis eritrosit oleh makrofag di dalam limpa, hati dan RES lainnya mengalami pemecahan menjadi heme dan globin. Melalui proses oksidasi, komponen globin mengalami degradasi menjadi asam amino dan digunakan untuk pembentukan protein lainnya. Sedangkan unsur heme selanjutnya oleh heme-oksigenase, teroksidasi menjadi biliverdin dengan melepaskan zat besi dan karbonmonoksida. Biliverdin reduktase akan mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi.
Sisanya bilirubin dapat pula berasal dari hemoprotein lain seperti mioglobin dan sitokrom.
Bilirubin dibagi dua jenis, yaitu bilirubin tidak terkonjugasi dan bilirubin terkonjugasi. Bilirubin tidak terkonjugasi (indirek) adalah suatu zat lipofilik, larut dalam lemak, hampir tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dikeluarkan dalam urin melalui ginjal. Karena sifat lipofiliknya maka dalam darah bilirubin ini berikatan dengan albumin, sehingga dapat larut dalam darah. Sedangkan Bilirubin terkonjugasi (direk)bersifat hidrofilik sehingga dapat larut dalam air, dapat pula dikeluarkan melalui ginjal, namun dalam keadaan normal tidak dapat dideteksi dalam urin.
Metabolisme Bilirubin
Dalam keadaan normal bilirubin dibersihkan dengan cepat dan efisien dari peredaran darah oleh sel-sel hati. Bilirubin tidak terkonjugasi secara bertahap berdifusi ke dalam sel hati (hepatosit). Dalam hepatosit, bilirubin tidak terkonjugasi, dikonjugasi dengan asam glukuronat dengan bantuan enzim UDP glukuronil transferase untuk membentuk monoglukuronida dan kemudian menjadi diglukuronida (bilirubin terkonjugasi). Konjugasi harus dilakukan supaya bilirubin dapat diekskresi melalu membran kanalikular ke dalam empedu.
Sesudah dilepas ke dalam saluran cerna bilirubi terkonjugasi diaktifasi oleh enzim bakteri dalam usus, sebagian menjadi komponen urobilinogen yang akan keluar dalam tinja (sterkobilin), atau diserap kembali dari saluran cerna, dibawa ke hati dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu. Urobilinogen dapat larut dalam air, oleh karena itu sebagian dikeluarkan melalui ginjal.
Patofisiologi Ikterus
Ikterus terjadi karena adanya hiperbilirubinemia, yaitu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah sangat tinggi yang dapat disebabkan peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi atau peningkatan bilirubin terkonjugasi ataupun keduannya. Hiperbilirubinemia dan ikterus dapat timbul sebagai hasil dari produksi bilirubin yang meningkat, penurunan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hati, gangguan konjugasi bilirubin dan gangguan ekskresi bilirubin terkonjugasi.
1. Over produksi. Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin. Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul sering disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan sel hati. Pada keadaan ini peningkatan terjadi pada bilirubin tidak terkonjugasi dalam plasma. sebagai usaha tubuh untuk mengurangi kadar bilirubin tidak terkonjugasi ini, penyerapan ke dalam sel hati, begitu pula ekskresi bilirubin oleh sel hati meningkat. Hal ini mengakibatkan pembentukkan urobilinogen meningkat sehingga peningkatan ekskresi dalam urine feces (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : Hemoglobin abnormal (cickle sel anemia hemoglobin), Kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), Antibodi serum (Rh. Inkompatibilitas transfusi), Obat-obatan.
2. Penurunan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hati. Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi dilakukan dengan memisahkannya dari albumin dan berikatan dengan protein penerima. Pada keadaan ini kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam plasma meningkat tetapi tidak terjadi peningkatan kadar urobilinogen dalam urin. Beberapa kelainan genetik seperti sindrom Gilbert dan berbagai jenis obat-obatan seperti asam flavaspidat, novobiosin dapat mempengaruhi uptake ini.
3. Gangguan konjugasi bilirubin. Terjadi gangguan konjugasi bilirubin sehingga terjadi peningkatan bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase. Apabila enzim glukoronil transferase sama sekali tidak terdapat, maka konsentrasi bilirubin tidak terkonjugasi dalam darah akan sangat tinggi. Selanjutnya karena bilirubin terkonjugasi tidak terbentuk, maka tidak terdapat bilirubin terkonjugasi dalam empedu. Empedu menjadi tidak berwarna, tinja berwarna pucat, tidak terdapat urobilinogen dalam urin. Terjadi pada: Sindroma Crigler Najjar I, Sindroma Crigler Najjar II.
4. Gangguan eksresi bilirubin ke dalam empedu (akibat disfungsi intrahepatik atau obstruksi mekanik ekstrahepatik). Gangguan ekskresi bilirubin dapat disebabkan oleh kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit akan menimbulkan masuknya kembali bilirubin terkonjigasi ke dalam sirkulasi sistemik sehingga timbul hiperbilirubinemia. Bilirubin terkonjugasi larut dalam air dan akan dikeluarkan ke dalam urin sehingga urin akan berwarna gelap. Sebaliknya tinja berwarna pucat dan kadar urobilinogen dalam urin menurun. Kelainan hepatoseluler dapat berkaitan dengan: reaksi obat, hepatitis alkoholik serta perlemakan hati oleh alkohol. Ikterus pada trimester terakhir kehamilan hepatitis virus, sindroma Dubin Johnson dan Rotor, Ikterus pasca bedah. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik. Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah: sumbatan batu empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas, karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Ditinjau dari sudut terjadinya, ikterus dapat dibagi menjadi 2 golongan besar: Ikterus patologik yang dapat terjadi pada anak dan dewasa, dan dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti ketidak sesuaian golongan darah, kelainan genetik, hepatitis, sirosis hati, sumbatan empedu, infeksi atau obat-obatan, dan ikterus neonatorum. Keadaan ikterus yang secara fisiologis terjadi pada saat bayi baru dilahirkan.
Patofisiologik ikterus neonatorum

Pada periode neonatal, metabolisme bilirubin berada pada transisi dari masa fetus, dimana pengeluaran bilirubin tidak terkonjugasi yang larut dalam lemak, terjadi melalui plasenta.
Jaringan hati pada masa tersebut belum sempurna sehingga penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh sel hati berjalan lebih lambat, sedangkan jumlah bilirubin mungkin lebih banyak, karena umur sel darah merah masa fetus lebih pendek dari pada sel darah merah normal. Akibatnya kdar bilirubin tidak terkonjugasi dalam olasma biasanya lebih tinggi pada bayi baru lahir. Sejumlah bilirubin terkonjugasi yang dikeluarkan dalam empedu dan dihidrolisa kembali menjadi bilirubin tidak terkonjugasi, tidak dapat diubah menjadi urobilinogen, karena pada bayi baru lahir tidak terdapat kuman dalam saluran cerna.
Ikterus fisiologik tidak terjadi pada 24 jam sesudah lahir karena dibutuhkan waktu untuk pengumpulan bilirubin, biasanya terjadi setelah 2-4 hari setelah lahir dan akan menurun perlahan. Ikterus yang timbul setelah 24 jam kelahiran kemungkinan disebabkan faktor ketidak sesuaian darah (faktor Rhesus/ABO).
Akibat ikterus
Bilirubin terkonjugasi karena larut dalam air tidak masuk ke jaringan otak dan dapat dikeluarkan melalui urin. Bilirubin tidak terkonjugasi dapat memasuki jaringan saraf. Bilirubin jarang bersifat toksik untuk orang dewasa, tetapi sangat toksik untuk bayi baru lahir. Hal ini disebabkan karena pada bayi baru lahir bilirubin lebih mudah memasuki jaringan otak, kemungkinan karena belum sempurnanya blood brain barrier. Dan jaringan otak bayi baru lahir belum sepenuhnya berkembang sehingga mudah rusak oleh bilirubin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar