Minggu, 18 Desember 2011

Cahaya Dalam Kegelapanku..

Semua hari terasa indah dengan berkat Tuhan, namun pasti ada hari-hari spesial yang membuat kita terkenang akan kenangan manis dalam hidup kita. Seperti hari ini, adalah hari indah yang pernah kurasakan bersamanya. Hari ini adalah langkah awal dari hubungan yang terjalin selama ini. Dan hari ini masih tetap sama, dirinya masih tetap merupakan cahaya dalam kegelapanku, seperti cerpen yang pernah kutulis untuknya..


Malam itu kusempatkan diriku menyaksikan keajaiban malam. Saat seluruh penat telah bercampur dengan suntuknya kehidupan, aku ingin mencari sesuatu yang dapat merubah kembali diriku menjadi seperti sebelumnya. 

Sebelumnya tak ada yang memperdulikanku, kecuali ibuku. Aku hanya seorang anak laki-laki paruh baya, yang mederita buta senja atau niktalopia. Ketika berumur 17 tahun aku mengalami kecelakaan yang berakibat kerusakan pada saraf mataku. ”Kecelakaan yang dialaminya telah menyebabkan atrofi papil yang berat pada kedua matanya” begitu kata dokter yang kudengar, ketika ia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada diriku kepada ibu. Mulai dari saat itu, aku hidup dalam kegelapanku di setiap malam.

Ibu, adalah sosok tumpuan dalam hidupku. Semenjak aku kecil ia adalah pahlawan bagiku. Sedangkan ayah, aku tak pernah mengenalnya. Ibu begitu sabar merawatku, merawat seorang anak yang buta senja. Aku tak dapat membayangkan betapa berat kehidupannya. 

”Ibu, ceritakan apa yang terjadi di langit malam ini?” ”seperti biasanya, hanya saja kali ini bulan begitu indah. Ini malam bulan purnama”jawab ibu. 

Selama ini setiap malam aku hanya hidup dalam fantasi kegelapanku. Aku membayangkan apa yang terjadi ataupun yang mungkin akan terjadi. Aku melukis sendiri kehidupan di atas kertas hitam penglihatan malamku. Betapa semuanya harus terjadi seperti biasanya. Dan di semua lukisan itu, aku sangat terpesona dengan bulan. 

Aku merasa menjadi sama dengan gelapnya malam. Hampa tanpa hiruk pikuk sejuta asa umat manusia yang berjuang demi kehidupan. Di setiap malam aku hanya duduk terdiam melamunkan kegelapan sambil mendengar suara jangkrik yang meriuh. Dan ketika kegelapan telah menjadi bagian kehidupanku, datanglah bulan yang menghiasi kertas hitam penglihatanku. 

Bulat dan terang. Sangat sederhana, sesederhana secercah cahaya darinya yang hadir dalam kegelapanku. Aku merasa begitu dekat dengan bulan di setiap malamnya. Cahayanya begitu menghangatkanku, meskipun dia tak ada di sampingku. Di setiap malam aku menatapnya, meskipun aku tak mampu melihatnya. Seperti dua orang buta dan bisu yang berkomunikasi. Tak pernah saling berpandangan ataupun sekedar mengobrol, membicarakan apa yang terjadi di pagi hari ini. Tapi kami begitu akrab, kurasakan dia tersenyum kepadaku, setiap kali ku mulai untuk memperhatikannya. Pernah ingin ku menggapainya, tapi mungkin itu sebuah fatamorgana meskipun pernah ada orang yang telah menginjakan kakinya di bulan. Dan mungkinkah seorang buta senja ini mampu melakukan hal yang sama?!tegur aku bila itu sebuah harapan semu. 

Malampun berlalu seiring rotasi bumi pada porosnya. Dan itu terjadi setiap harinya. Gelap telah berubah menjadi terang, pagi telah merebut malam. Sedangkan aku mulai terlepas dari dunia yang gelap. Ku jalani hariku seperti biasanya, layaknya orang normal lainnya. Tak ada bedanya. Namun ini bukanlah kehidupan yang kuinginkan. Bukan karena kerasnya perjuangan hidup yang harus kulalui, melainkan tak hadirnya sebuah kenyataan dari bayang semu kehidupan malamku. Aku tak melihat bulan di cerahnya hari ini. Walaupun kami berada dalam sebuah dimensi waktu dan ruang yang sama, tapi aku tak pernah melihat atau sekedar tegur sapa dengannya. Dan setiap ini terjadi, aku ingin cepat-cepat kembali dalam dunia kegelapanku. Dimana aku dapat merasa begitu dekat di sisinya.

2 komentar:

  1. cinta itu, KAMU... Davidtuan Andartua Sihombing

    BalasHapus
  2. cinta itu juga KAMU..Dhenok Keiko Margareth Simanjuntak..

    BalasHapus