Senin, 07 November 2011

Selamat Berkerabat

Selamat Berkerabat, demikianlah judul buku Seri Selamat ke-21, yang ditulis oleh Pdt.Andar Ismail. Buku ini sangat inspiratif bagi para pembacanya, dan menjelaskan teologis Kekristenan dengan cara sederhana namun bermakna. Jangan salah buku ini tidak hanya konsumsi seorang pendeta atau kristen, banyak juga mereka yang non-kristen membaca buku ini. Sebut saja Subhan Musnawar, yang komentarnya tertera disampul belakang buku ini,"Saya Muslim taat dan teguh, punya ribuan buku Islam, tetapi juga bangga punya koleksi Seri Selamat Kristiani."
Berikut salah satu potongan renungan dari 33 renungan yang ditulis oleh Andar Ismail.
Salat Subuh
Terdengar aneh. Pagi buta sebelum berangkat ke Malang untuk masuk sekolah teologi, saya salat (Ar. sholat) subuh. Ya, saya bertelut di atas tikar bersama si kakak. Kami berkiblat ke arah Mekah dan berdoa. Lho, mau sekolah pendeta kok salat lebih dulu?
Inilah ceritanya. Pagi-pagi sekali kami terbangun oleh dering beker lalu bersiap-siap. Si kakak akan mengantar saya ke Stasiun Gubeng. Sementara itu, saya duduk di tikar. Lalu si kakak menghampiri tikar dan bertelut di sebelah saya. Katanya,"A-an, Kakak salat subuh dulu." Lalu ia mulai menjalankan rukun Islamnya. Saya yang duduk di sebelahnya langsung ikut bertelut dan berdoa. Si kakak berdoa secara Islam sedangkan saya berdoa secara Kristen. Kamar itu sangat sunyi. Yang terdengar hanya bunyi detik beker.
Segera setelah itu saya naik becak memegangi koper sedangkan si kakak bersepeda. Ketika kereta api akan berangkat, dengan tenang dan penuh kesungguhan ia berkata,"A-an, tadi kakak mendoakan supaya A-an sekolahnya berhasil, supaya A-an jadi pendeta." Luar biasa. Saya didoakan seorang teman Muslim supaya menjadi pendeta.
............
Nah, tikar itulah yang menjadi fokus cerita ini. Di atas tikar itulah si kakak dan saya berdoa pada waktu salat subuh menurut keyakinan masing-masing. Cara berdoa kami berbeda dan keprcayaan kami juga berbeda, namun kami berpijak di atas tikar yang sama.
Bukankah permukaan bumi ini ibarat sehelai tikar yang luas? Di tikar ini umat manusia dari puluhan macam agama berdoa: Shinto, Tao, Jain, Zoroasti, Yahudi, Sikh, Kejawen, Bahai, Kong Fu Zi, Hindu, Zen, Buddha, Islam, Kristen, dan lain-lain. Belum lagi mazhabnya.
Lalu doa agama mana yang didengar Allah? Agama manan yang diakui Allah? Ajaran mana yang resmi atau sah?
Masakan Allah sepicik itu sehingga IA membuat pembedaan? Masakan Allah menganggap ajaran ini resmi sedangkan ajaran itu kurang resmi? Oleh sebab itu, siapa gerangan berhak mengatasnamakan Allah dengan mengatakan ini ajaran benar itu ajaran sesat?
Sungguh arogan bila kita merasa mempunyai hikmat atau akal budi bijak tentang Allah. Para pengarang Kitab Amsal Salomo mengecam para pemuka agama yang merasa mempunyai hikmat tentang Allah. Tulisnya,"Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak..." (Ams. 3:7). Allah adalah misteri sehingga tidak ada hikmat manusia yang dapat mengukur penilaian Allah. Semakin mendalam kita berteologi, semakin kita akui bahwa pengetahuan kita tentang Allah merupakan hanya satu perspektif di antara sekian banyak perspektif lain. Dalam buku PENYATAAN ALLAH, AGAMA, DAN KEKERASAN terbitan BPK Gunung Mulia, Leo Lefebure menulis bahwa teologi semua agama adalah DOCTA IGNORANT, yaitu ketidaktahuan yang merasa tahu.
Di atas tikar itu si kakak dan saya menghadap Allah dengan perspektif masing-masing yang berbeda. Kami memang berbeda, namun kami berpijak di atas tikar yang sama.
Demikian sepenggal renungan dari Andar Ismail. Dalam renungan ini Andar Ismail mengajak kita untuk saling menghargai perbedaan yang terjalin di antara kita. Tidak ada Si Kristen, Si Islam, Si Buddha atau lainnya, tapi pandanglah mereka semua sebagai seorang manusia ciptaan Allah. Manusia dengan segala bentuk pribadi dan privasi. Agama adalah suatu hak pribadi setiap insan, dan Keyakinan adalah privasinya. Adalah mutlak menurut saya kita semua harus fanatik terhadap keyakinan kita, namun jangan kita sampai fanatik terhadap agama kita!
SELAMAT BERKERABAT & SEMANGAT HIDUP DAMAI..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar