Rabu, 16 November 2011
Nasib Sepak Bola Indonesia
Ketika semua rakyat Indonesia mulai merasa bangga kepada Tim Nasional sepak bola Indonesia. Saat semua orang dari segala pelosok berbondong-bondong datang menggelorakan Gelora Bung Karno dengan lagu "Garuda di dadaku, Garuda Kebanggaanku..kuyakin hari ini pasti menang.." Saat anak-anak kecil lebih memilih baju bola Timnas Sepak bola Indonesia, saat mereka mengidolakan Gonzales, Irfan Bachdim, Firman Utina dkk. Masa-masa itu pernah terjadi. Masa dimana sepak bola kemabali meraih simpati masyarakat Indonesia.
Tapi masa itu hanya sebentar saja. Headline surat kabar nasional sontak berganti dari pujian menjadi kritikan. Yaa, memang pantas untuk dipertanyakan. Perubahan memang terjadi di persepakbolaan Indonesia, tapi perubahan itu tidak membawa kita menjadi lebih baik.
Pertama diawali pergantian Ketua PSSI dari Nurdin Halid yang dianggap sebagai "Khadaffi"nya PSSI. Ia digulingkan dengan kongres yang mempertontonkan ketidakdewasaannya para pemimpin persepakbolaan kita. Tradisi pertengkeran tidak hanya ada di lapangan hijau tapi juga ada di rapat para elit sepak bola. Sungguh malu melihat mereka yang seharusnya dianggap pemimpin dan selayaknya memiliki I.Q dan E.Q kelas wahid malah berlaku seperti preman. Dan penggantinya sekarang, Djohar Arifin Husein, mungkin ia memang seorang profesor tapi dia bukan seorang profesional.
Kedua, adalah perubahan yang dihasilkan pengurus baru. Atas dasar kontrak yang tidak sesuai aturan, para elit baru PSSI memecat pelatih Alfred Ridlle yang sebenarnya telah berhasil membentuk sebuah Timnas yang bermain sangat indah. Sebuah kontroversi yang menurut saya hanya sebagai alasan untuk membersihkan semua kebijakan pengurus lama yang dianggap salah total. Padahal tidak semua kebijakan pengurus lama adalah salah, malah kebijakan pengurus baru berimbas pada hancurnya kesolidan Timnas era Alfred. Penggantinya Wim Rijsbergen, sungguh membingungkan saya dan juga mungkin para pecinta sepak bola lainnya. Banya kebijakannya tidak masuk diakal, yang paling aneh adalah tidak adanya strategi baku racikannya. Bongkar pasang pemainpun dilakukannya dan hasilnya, kita tak pernah menang di Kualifikasi PD 2014.
Inilah nasib sepak bola Indonesia. Sekarang nasib itu sedang dipegang oleh para pemuda yang berjuang di SEA Games. Sejauh ini mereka tampil sangat memuaskan, semoga ketika mereka telah bertitel senior, nasib mereka tak akan sama dengan pendahulunya.
Seharusnya Ketua PSSI dan pelatih Timnas sekarang mendapat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar