Kamis, 21 Oktober 2010

Untung Ada Kamus Dorland!!

Menjalani kehidupan sebagai mahasiswa kedokteran maka mewajibkanku merubah semua sifat-sifatku untuk hidup sehat dan menjadi teladan. Dan yang menjadi permasalahannya adalah aku yang tak pernah bisa merubahnya. Sempat sih memulai untuk membiasakan mandi 2x sehari, sikat gigi sesbelum tidur, cuci kaki sebelum tidur, keramas sebelum tidur(loooh??), tapi selalu ga bisa dilakukan terus menerus, selalu saja ada bolongnya kayak donat. Contohnya baru-baru ini aku lagi bicara empat mata dengan mantanku, istilahnya kami mau klarifikasi masalah kami gitu biar kedepannya lebih baik. Awalnya berjalan lancar, seperti biasa aku slalu berhasil membuat dia tersenyum, tapi tiba-tiba pantatku mendongek kebelakang. Dia mule curiga dengan gayaku yang seperti Big Mom sedang duduk diatas motor. Wajahku tersenyum sambil seperti memaksa sesuatu.

BROOOOOTT…
“Ahhhh….”
“aku dengar yaa”katanya
“soLi…”
“hmmm…dah tau aku modelmu, jadi ga heran lagi aku…” selanjutnya ia malah menjelaskan bahwa dalam bahasa kedokteran kentut itu disebut flatus.

Ngomong-ngomong tentang kuliah di kedokteran hal yang pertama yang paling sulit adalah membiasakan diri dengan istilah dunia kedokteran. Banyak cara yang bisa digunakan untuk mengingatnya seperti menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya ada teman yang akan membuang dahak maka aku akan segera mengatakan,”jangan buang sputum(dahak)mu dimukaku!!!” atau istilah kedokteran untuk hati adalah Hepar, maka pada teman yang akan pulang aku sering berkata,”hepar-hepar dijalan yaa…”

Selain itu banyak juga istilah yang bisa membantuku dalam berkomunikasi, contonya dulu aku yang cadel ini slalu ditertawai ketika menyebut kata paru-paru, tapi skarang aku cukup mengatakan Pulmo yang berarti paru-paru.

Banyak orang yang berhasil menguasai istilah-istilah kedokteran sehingga membuatnya mudah beradaptasi dengan kuliah kedokteran. Kadang ada juga yang pusing 7 keliling sehingga ia tak memahami kuliah yang diberikan, tapi ada juga yang lumayan mengerti istilah-istilah tersebut namun dalam pengucapannya bermasalah. Salah satu contohnya adalah teman kelompok diskusiku.

Sebut saja dia anonyma (tak bernama), jadi waktu itu cewe berkelamin wanita ini sedang jadi ketua diskusi, dan dia harus mempresentasikan hasil diskusi kepada kami dan seorang dokter pembimbing. Dia mengawali dengan sedikit gugup, terlihat dari bicaranya yang ngawur dan bedaknya yang mule luntur akibat keringat….terus menerus bicara sampai pada saat dia menyebutkan,”lalu untuk pemeriksaan penunjangnya, kita melakukan foto ronggeng, itu dilakukan dengan..blablabla…” kami yang mendengarnya menahan ketawa, sang dokter pembimbing pun terlihat bingung, tapi si anonyma tak terbendung, walaupun ia melihat kami yang sedang menahan ketawa mendengar kata-katanya namun ia tak peduli. Sebenarnya maksud si anonyma adalah Roengent yang dilafalkan ronsen, yaitu salah satu pemeriksaan penunjang dengan menggunakan foto sinar-X.

Hal ini bukan terjadi sekali, tapi berkali-kali, seperti Anamnese (wawancara pada pasien) disebutnya dengan sembarangan, “enemnesyee”. Atau yang paling hot saat dia presentase di depan seorang professor dan dia mengatakan, ”…blablabla….pe’rut.” (“e”nya dibaca seperti menyebutkan huruf “e” yang kedua pada kata “keteak”). Kontan si profesor tertawa dan mengulang kembali kata yang disebut si anonyma. Dan tentunya barisan para penghina sudah tertawa terbahak-bahak. Mungkin kebiasaan dalam dialek batak sehingga membuat lidahnya menyebutkan segala kata dengan dialek batak.

Tapi sebenarnya aku juga pernah mengalami hal yang kurang lebih sama, tapi bukan soal pelafalan istilah kedokteran melainkan pengertiannya. Waktu itu sepupuku di opname di salah satu RS Umum di medan, sebagai abang sepupu yang baik maka aku datang untuk menghabiskan semua buah yang ada di ruangannya.
Disaat ada banyak sodara yang lain disana, mamaku nanya,”jadi nih ndar apa sebenarnya sakit adikmu??”berharap lebih pada sang anak yang masih bau kencur di dunia kamus dan diagnosa kedokteran.
Aku kebingungan, gugup dan takut menghadapi pertanyaan yang tiba-tiba tersebut. Lalu jantungku tachycardia(berdebar lebih cepat dari normal), dyspnea(sesak nafas),dyspepsia(kumpulan gejala pada lambung, seperti nyeri, kembung, dll) dan syncope(pingsan)....
(ini yang sebenarnya) Aku terdiam lalu melihat status pasien yang tertera pada papan putih di ujung tempat tidur. Tertulis kata "yessi", penyakit apa ini??(dalam hatiku). Apa mungkin ini penyakit karena jamur (yeast)?? Tapi adikku kan keluhannya sakit kepala, atau ini penyakit jamur yang menginfeksi kepala?? Ooo..iya, aku ingat!! Itukan nama adikku. Ckckckck..
Lalu di bawahnya tertulis kata cephalgia. Ini baru pertama kalinya aku membaca istilah ini. Ku coba tenang untuk menelaah istilah ini, kerna banyak istilah kedokteran yang merupakan penggabungan dari 2 atau lebih istilah, seperti bronchitis, bronchus : bronkus, Itis : peradangan, jadi makna bronchitis adalah radang pada bronkus.
Untuk istilah ini aku coba menelaah, kata cephal yang sudah tak asing lagi, itu brasal dari kata cephalus yang brarti kepala. Tapi gia???????.
Ada beberapa kemungkinan dalam otakku:
1. cephalgia adalah nama penyakit pada kepala yang ditemukan oleh seseorang yang bernama Gia. Jadi cephalgia adalah kepalanya si Gia!!
2. cephal : kepala,gi : gigi, a : anus. Jadi ini adalah penyakit yang menyerang kepala-gigi-anus. Mungkin perjalanan penyakitnya dimulai dari sakit gigi yang menyebabkan sakit kepala, lalu saraf-saraf di otak mengirimkan impuls ke anus sehingga anus juga terasa sakit???
3. lebih rasional aku berpikir ini kelainan karena trauma atau kelelahan sehingga terjadi ”sesuatu” pada kepala.
Semua wajah harap-harap cemas menunggu jawaban seorang calon dokter yang baru duduk di bangku kuliah semester I, namun harapan mereka begitu besar padaku. Itu terlihat dari sinar di wajah mereka yang menanti sebuah jawaban, raut muka mereka yang menginginkan sebuah alasan, dan tentunya hati mereka yang tak membayangakan betapa tegangnya aku.
Aku berpikir untuk tidak menjawab. Tapi itu tidak mungkin. Dengan modal ”sok tau” aku mulai menjawab,”hmmm...”ku coba untuk menyusun kalimat yang lebih sederhana agar mereka makin tidak mengerti(istilahnya...mulai mengarang!!),”ini sebenarnya penyakit orang hebat, lihat aja namanya cephalgia (pura-pura ngerti!!!), ini sering pada orang banyak pikiran (karena itu bersyukurlah karena masih punya pikiran), cape, atau ada luka di dalam kepalanya (sebelumnya aku sudah tau kalo hasil scanningnya terdapat bekas trauma yang dulu pernah dialaminya)” semua yang ada di dalam begitu fokus pada jawabanku, apalagi saat aku berkata bahwa ini penyakit hebat, mereka mengira mungkin kata hebat itu setara dengan istilah ”kanker stadium IV”. Lalu ku coba untuk sedikit menenangkan suasana,”makanya kondisi tubuhnya dijaga, terus jangan banyak pikiran, jangan kau pikirkan cowomu yang disana..heheh” suasana pun kembali tenang dan aku terbebas dari ujian lisan di depan sodara-sodaraku.. sesampai dirumah langsung ku buka kamus kedokteran Dorland, dan makna dari kata cephalgia adalah nyeri kepala. Dari situ aku tau kalo makna kata akhiran gia adalah nyeri.

Untung saja ada sebuah kamus yang membantu kami untuk mengerti istilah-istilah kedokteran, yaitu Kamus Dorland. Tapi jangan kaget, seri ”Buku Saku”nya saja berukuran 19,5 x 14 x 5cm dengan jumlah halaman lebih dari 1210 (masih pantas disebut buku saku??), dan semoga kamu bisa membayangkan sebesar apa saku opung(kakek) Dorland dan segede apa seri Kamus Besarnya!! Atau aku lebih suka menyebutnya sebagai batu nisan opung Dorland.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar